Archive for 16 November 2011


Shalat itu menyehatkan

Begini ceritanya..

Sholat Tahajjud ternyata tak hanya membuat seseorang yang melakukannya mendapatkan tempat (maqam) terpuji di sisi Allah SWT (Qs Al-Isra: 79) tapi juga sangat penting bagi dunia kedokteran. Menurut hasil penelitian Mohammad Sholeh, dosen IAIN Surabaya, salah satu shalat sunah itu bisa membebaskan seseorang dari serangan infeksi dan penyakit kanker.Tidak percaya? “Cobalah Anda rajin-rajin sholat tahajjud. Jika anda melakukannya secara rutin, benar, khusuk, dan ikhlas, niscaya Anda terbebas dari infeksi dan kanker,” ucap Sholeh. Ayah dua anak itu bukan ‘tukang obat’ jalanan. Dia melontarkan pernyataanya itu dalam desertasinya yang berjudul Pengaruh Sholat Tahajjud Terhadap Peningkatan Perubahan Response Ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Psiko-neuroimunologi. Dengan desertasi itu, Sholeh berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ilmu kedokteran pada Program Pasca Sarjana Universitas Surabaya, yang dipertahankannya Selasa pekan lalu.

Selama ini, menurut Sholeh, tahajjud dinilai hanya merupakan ibadah sholat tambahan atau sholat sunah. Padahal jika dilakukan secara kontinyu, tepat gerakannya, khusuk dan ikhlas, secara medis sholat itu menumbuhkan respons ketahannan tubuh (imonologi) khususnya pada imonoglobin M, G, A dan limfosit-nya yang berupa persepsi dan motivasi positif, serta dapat mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah yang dihadapi (coping).

Sholat tahajjud yang dimaksudkan Sholeh bukan sekedar menggugurkan status sholat yang mu’akkadah (sunah mendekati wajib). Ia menitikberatkan pada sisi rutinitas sholat, ketepatan gerakan, kekhusukan, dan keikhlasan. Selama ini, kata dia, ulama melihat masalah ikhlas ini sebagai persoalan mental psikis. Namun sebetulnya soal ini dapat dibuktikan dengan teknologi kedokteran. Ikhlas yang selama ini dipandang sebagai misteri, dapat dibuktikan secara kuantitatif melalui sekresi hormon kortisol.

Parameternya, lanjut Sholeh, bisa diukur dengan kondisi tubuh. Pada kondisi normal, jumlah hormon kortisol pada pagi hari normalnya antara 38-690 nmol/liter. Sedang pada malam hari-atau setelah pukul 24:00 normalnya antara 69-345 nmol/liter. Kalau jumlah hormon kortisolnya normal, bisa diindikasikan orang itu tidak ikhlas karena tertekan. Begitu sebaliknya. Ujarnya seraya menegaskan temuannya ini yang membantah paradigma lama yang menganggap ajaran agama (Islam) semata-mata dogma atau doktrin.

Sholeh mendasarkan temuannya itu melalui satu penelitian terhadap 41 responden siswa SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya. Dari 41 siswa itu, hanya 23 yang sanggup bertahan menjalankan sholat tahajjud selama sebulan penuh. Setelah diuji lagi, tinggal 19 siswa yang bertahan sholat tahjjud selama dua bulan. Sholat dimulai pukul 02-00-3:30 sebanyak 11 rakaat, masing masing dua rakaat empat kali salam plus tiga rakaat. Selanjutnya, hormon kortisol mereka diukur di tiga laboratorium di Surabaya (Paramita, Prodia dan Klinika). Hasilnya, ditemukan bahwa kondisi tubuh seseorang yang rajin bertahajjud secara ikhlas berbeda jauh dengan orang yang tidak melakukan tahajjud. Mereka yang rajin dan ikhlas bertahajud memiliki ketahanan tubuh dan kemampuan individual untuk menaggulangi masalah-masalah yang dihadapi dengan stabil. Jadi sholat tahajjud selain bernilai ibadah, juga sekaligus sarat dengan muatan psikologis yang dapat mempengaruhi kontrol kognisi. Dengan cara memperbaiki persepsi dan motivasi positif dan coping yang efectif, emosi yang positif dapat menghindarkan seseorang dari stress.

Nah, menurut Sholeh, orang stress itu biasanya rentan sekali terhadap penyakit kanker dan infeksi. Dengan sholat tahajjud yang dilakukan secara rutin dan disertai perasaan ikhlas serta tidak terpaksa, seseorang akan memiliki respons imun yang baik, yang kemungkinan besar akan terhindar dari penyakit infeksi dan kanker. Dan, berdasarkan hitungan teknik medis menunjukkan, sholat tahajjud yang dilakukan seperti itu membuat orang mempunyai ketahanan tubuh yang baik.

Sebuah bukti bahwa, keterbatasan otak manusia tidak mampu mengetahui semua rahasia atas rahmat, nikmat, anugrah yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya.

Haruskah kita menunggu untuk bisa masuk di akal kita? Seorang doktor di Amerika telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang ditemuinya di dalam penyelidikannya. Ia amat kagum dengan penemuan tersebut sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran. Dia adalah seorang doktor Neurologi. Setelah memeluk Islam dia amat yakin pengobatan secara Islam dan oleh sebab itu ia telah membuka sebuah klinik yang bernama “Pengobatan Melalui Al Qur’an” Kajian pengobatan melalui Al-Quran menggunakan obat-obatan yang digunakan seperti yang terdapat di dalam Al-Quran. Di antara berpuasa, madu, biji hitam (Jadam) dan sebagainya.

Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam, maka Doktor tersebut memberitahu bahwa sewaktu kajian saraf yang dilakukan, terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia ini tidak dimasuki oleh darah.

Padahal setiap inchi otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara lebih normal. Setelah membuat kajian yang memakan waktu akhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang yaitu ketika sujud. Urat tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikut kadar sembahyang 5 waktu yang diwajibkan oleh Islam.

Begitulah keagungan ciptaan Allah. Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang maka otak tidak dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal. Oleh karena itu, kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam “sepenuhnya” karena sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agamanya yang indah ini.

Di antara kita mungkin sudah banyak yang pernah minum air zam-zam, meskipun belum pernah pergi ke Mekkah. Setiap hari ratusan hingga ribuan jamaah haji minum air zam-zam di Masjidil Haram, karena air ini berbeda dengan yang lain disebabkan manfaat atau khasiat yang dikandungnya.

Air zam-zam merupakan mukjizat Nabi Ismail alaihissalam yang hingga kini dapat disaksikan dan dapat dinikmati oleh umat Islam dari seluruh dunia hingga kini.

Usia sumur zam-zam sudah ribuan tahun, tapi hingga kini masih tetap menghasilkan ribuan liter air setiap jamnya. Air zam-zam tidak pernah banjir dari sumbernya meskipun tidak ada jamaah haji, dan tidak pernah surut atau berkurang ketika jamaah membludak saat musim haji atau umrah.

Diyakini air zam-zam memiliki khasiat pengobatan, selain dapat menghilangkan rasa haus yang melanda jamaah haji setelah melaksanakan ibadah, thawaf, sa’i, shalat, dan tilawah Qur’an.

Kisah tentang khasiat air zam-zam diungkapkan oleh seorang bernama Farouq Antar, kisah ini diambil dari sebuah buku. Ia menceritakan penyakit yang dideritanya, yaitu kencing batu. Faruq bercerita, ”Batu ginjal yang ada pada tubuhku hanya bisa dikeluarkan dengan operasi namun aku tidak mau dioperasi. Aku pergi umrah, dan aku memohon kepada Allah agar memberikan kesembuhan kepadaku tanpa operasi”.

Farouq pun pergi ke Mekkah untuk melakukan umrah dan minum air zam-zam, mencium hajar aswad, shalat dua rakaat sebelum keluar dari Masjidil Haram. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu di kantung kemihnya, lalu ia pun bergegas ke kamar kecil. Kemudian sesuatu yang menakjubkan terjadi, keluarlah batu yang lumayan besar. Maka ia pun sembuh dari kencing batu tanpa harus masuk ke ruang operasi.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah [1 – lihat catatan kaki di bawah halaman ini] pernah ditanya, “Apakah ada hadits shahih yang menjelaskan mengenai khasiat air zam-zam?”

Beliau menjawab, “Telah terdapat beberapa hadits shahih yang menjelaskan mengenai kemuliaan air zam-zam dan keberkahannya.

Dalam sebuah hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya air zam-zam adalah air yang diberkahi, air tersebut adalah makanan yang mengenyangkan.”[2]

Ditambahkan dalam riwayat Abu Daud (Ath Thoyalisiy) dengan sanad jayyid (bagus) bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Air zam-zam adalah obat dari rasa sakit (obat penyakit).”[3]

Hadits-hadits di atas menunjukkan khasiat air zam-zam. Air tersebut bisa menjadi makanan yang mengenyangkan dan bisa pula menjadi obat penyakit. Air tersebut juga adalah air yang penuh keberkahan.

Termasuk sunnah adalah meminum beberapa dari air tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena di dalam air tersebut terdapat keberkahan. Air tersebut bisa menjadi makanan yang baik dan makanan yang diberkahi. Air tersebut disyari’atkan untuk dinikmati jika memang mudah didapatkan sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hadits-hadits tadi sekali lagi menunjukkan pada kita mengenai khasiat dan keberkahannya sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Air itu bisa menjadi makanan yang mengenyangkan dan obat penyakit. Dianjurkan bagi setiap mukmin menikmati air tersebut jika memang mudah memperolehnya. Air tersebut juga bisa digunakan untuk berwudhu. Air tersebut bisa digunakan untuk beristinja’ (membersihkan kotoran setelah buang air, -pen). Air tersebut juga bisa digunakan untuk mandi junub jika memang ada kebutuhan untuk menggunakannya.

Dalam hadits dikatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengeluarkan air dari sela-sela jarinya. Kemudian para sahabat mengambil air tersebut untuk keperluan mereka. Ada yang menggunakannya untuk minum, berwudhu, mencuci pakaian dan beristinja’. Ini semua riil (nyata). Air yang dikeluarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sela-sela jarinya tadi, walaupun bukan air zam-zam, namun keduanya air yang sama-sama mulia. Jika diperbolehkan berwudhu, mandi, beristinja’, dan mencuci pakaian dengan menggunakan air yang keluar dari sela-sela jari tadi, maka air zam-zam boleh diperlakukan seperti itu.

Intinya, air zam-zam adalah air yang thohur (suci dan dapat mensucikan) dan air yang thayyib (sangat baik). Kita dianjurkan untuk meminum air tersebut. Tidak mengapa jika air tersebut digunakan untuk berwudhu’, mencuci pakaian, beristinja’ jika ada kebutuhan, dan digunakan untuk hal-hal lain sebagaimana yang telah dijelaskan. Segala puji bagi Allah. Demikian penjelasan Syaikh Ibnu Baz-[4]

Intinya, khasiat air zam-zam sebagai berikut:

Pertama, air zam-zam adalah air yang penuh keberkahan. Air zam-zam adalah sebaik-baik air di muka bumi ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sebaik-baik air di muka bumi adalah air zam-zam. Air tersebut bisa menjadi makanan yang mengenyangkan dan bisa sebagai obat penyakit.”[5]

Boleh mengambil keberkahan dari air tersebut karena hal ini telah diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dianjurkan bagi orang yang meminum air zam-zam untuk memerciki air tersebut pada kepala, wajah dan dadanya. Sedangkan ngalap berkah dari benda-benda lainnya –seperti dari keris, keringat para Kyai dan batu ajaib-, maka seperti ini adalah ngalap berkah yang tidak berdasar karena tidak ada petunjuk dari Al Qur’an dan As Sunnah sama sekali.

Kedua, air zam-zam bisa menjadi makanan yang mengenyangkan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut air zam-zam,
“Sesungguhnya air zam-zam adalah air yang diberkahi, air tersebut adalah makanan yang mengenyangkan.”[6]

Ketiga, air zam-zam bisa menyembuhkan penyakit. Sampai-sampai sebagian pakar fiqih menganjurkan agar berbekal dengan air zam-zam ketika pulang dari tanah suci untuk menyembuhkan orang yang sakit. Dalilnya, dulu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah membawa pulang air zam-zam (dalam sebuah botol), lalu beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan seperti ini. Diriwayatkan dari yang lainnya, dari Abu Kuraib, terdapat tambahan,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membawa air zam-zam dalam botol atau tempat air. Ada orang yang tertimpa sakit, kemudian beliau menyembuhkannya dengan air zam-zam.”[7]

Keempat, do’a bisa terkabulkan melalui keberkahan air zam-zam

Hendaklah seseorang memperbanyak do’a ketika meminum air zam-zam. Ketika meminumnya, hendaklah ia meminta pada Allah kemaslahatan dunia dan akhiratnya. Sebagaimana hal ini terdapat dalam hadits, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Air zam-zam sesuai keinginan ketika meminumnya.”[8] [Maksudnya do’a apa saja yang diucapkan ketika meminumnya adalah do’a yang mustajab]. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ketika meminum air zam-zam, beliau berdo’a:

“Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqon waasi’an wa syifa-an min kulli daa-in” [Ya Allah, kami memohon kepada-Mu, ilmu yang bermanfaat, rizqi yang melimpah, dan kesembuhan dari setiap penyakit]. Namun riwayat ini adalah riwayat yang dho’if (lemah).[9]

Catatan: Para ulama bersepakat bolehnya menggunakan air tersebut untuk bersuci. Namun mereka mengatakan sebisa mungkin dijauhi untuk hal-hal yang rendah seperti membersihkan najis dan semacamnya[10]. Al ‘Allamah Al Bahuti rahimahullah dalam Kasyful Qona’ mengatakan,

“Dimakruhkan menggunakan air zam-zam untuk menghilangkan najis saja, dalam rangka untuk memuliakan air tersebut. Sedangkan menggunakannya untuk menghilangkan hadats[11] tidaklah makruh.”[12]

Kenyataan yang kita hadapi memang seringkali tidak sesuai dengan harapan. Banyak impian yang belum terwujudkan sesuai dengan keinginan. Tekanan dan tantangan hidup kian memancing kita untuk lebih sering mengeluh daripada bersyukur.

Kalaupun kita bisa bersyukur, itu juga karena setelah ditunjukkan hikmahnya oleh Allah. Entah itu diberikan kesembuhan setelah sakit, diberikan keselamatan dikala terjadi musibah, terasa kenyang ketika masih mendapatkan makanan, mampu membeli sesuatu yang dimpikan, mendapat rejeki yang tak terduga, dan sebagainya. Mungkin semua tidak salah ketika setelah kita merasakan nikmatnya baru kita bersyukur. Namun aku sempat berfikir dalam hati, sebegitu egoisnyakah aku. Seharusnya aku bisa lebih baik lagi mengenai sifat-sifatNya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah melimpahkan begitu banyak karunianya kepada kita, sehingga ketika kita ingin menghitungnya niscaya kita tidak mampu untuk menghitungnya. Maka aku merasa takut kalau kalau rasa syukur itu hanya kusampaikan ketika menerima rahmatNya. Aku takut banyak nikmat yang terlupakan olehku.

“Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS:14 ayat 8)

Mencoba membimbing mata hati untuk mencoba lebih peka untuk menggali, mencari, merasakan nikmat-nikmatNya yang telah kulupkan untuk bersyukur tanpa perlu Dia menunjukkan kepadaKu, tanpa dia mengingatkanku. Iya memang tak terhitung nikmatnya seperti kiasan pohon sebagai pena dan air lautan sebagai tintanya tak sanggup untuk menuliskannya.

Ternyata nikmat-nikmat itu banyak kita temukan jika kita ingin. Tak hanya kesehatan, tak hanya rejeki yang kadang selalu kita konotasikan dengan uang (terlalu hina jika kita seperti itu). Nikmat penciptaan, nikmat diberikan kebutuhan selama hidup mungkin ini hal yang utama. Selama perjalanan mencoba merasakan sekeliling merasakan karuniaNya..alhamdulillah… Subhanallah…

Mari kita sibukkan sejenak otak kita untuk memikirkan begitu banyak kenikmatan yang telah kita terima, dan mengagumi begitu indah anugerah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang selama ini kita nikmati. Ungkapkan rasa syukur atas semua kenikmatan yang Anda rasakan melalui doa dan kata-kata yang baik.

Semoga saya dan kita semua semakin pandai mensyukuri nikmat karunia Allah Subhanahu Wa Ta’ala , sehingga kita akan semakin mudah menciptakan perubahan luar biasa, misalnya; hidup lebih tenang, perasaan lebih peka, penampilan lebih segar, dan menyenangkan, serta hidup lebih sukses dan bahagia dan hendaknya kita senantiasa mensyukuri nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan menggunakan nikmat-nikmatnya di jalan yang Allah ridhoi.

Sejarah peradaban manusia dipenuhi dengan berbagai penemuan-penemuan besar dengan tokoh-tokoh jenius di baliknya. Kalau berbicara tentang penemuan manusia, biasanya kita akan langsung teringat dengan Albert Einstein, seorang ilmuwan fisika teoretis yang mengemukakan teori relativitas dan disebut-sebut sebagai ilmuwan terbesar abad ke-20.

 

Selain Einstein, biasanya kita akan teringat dengan salah satu penemu terbesar sepanjang sejarah yang berasal dari Amerika, Thomas Alva Edison. Dia dinilai berhasil mengubah wajah peradaban manusia dengan berbagai penemuan yang dicapainya. Sampai akhir hayatnya Edison berhasil mempatenkan 1.093 penemuan, termasuk bola lampu, gramophone dan kamera film yang sangat terkenal.

 

Selain kemudahan yang dirasakan manusia, ternyata berbagai penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu juga melahirkan kesengsaraan dan kehancuran. Ini terjadi ketika kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dipergunakan oleh manusia tidak bermoral. Lahirlah bom atom di Jepang. Bom, tank, pesawat tempur yang menghancurkan rakyat Palestina. Maraknya pornografi di internet.

 

Itulah yang terjadi. Ketika penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa dibarengi dengan kemuliaan akhlak dan budi pekerti. Karena itu, pencarian yang dilakukan Nabi Ibrahim hingga akhirnya menemukan hakikat Tuhan pencipta dan pemelihara alam semesta sesungguhnya adalah penemuan yang sangat penting. Karena manusia tidak akan sewenang-wenang jika penemuan Nabi Ibrahim, berupa keimanan kepada Allah itu menghujam di hatinya.

 

Seorang ulama terkemuka, Abbas Muhammad Aqqad, pernah menulis,” Penemuan yang dikaitkan dengan Nabi Ibrahim a.s. merupakan penemuan manusia yang terbesar dan yang tak dapat diabaikan para ilmuwan atau sejarawan. Penemuan Ibrahim tidak dapat dibandingkan dengan penemuan roda, api, listrik, atau rahasia-rahasia atom betapapun besarnya pengaruh penemuan-penemuan tersebut,… yang itu dikuasai manusia, sedangkan penemuan Ibrahim menguasai jiwa dan raga manusia.”

 

Penemuan Ibrahim, lanjut Aqqad, menjadikan manusia yang tadinya tunduk pada alam, menjadi mampu menguasai alam, serta menilai baik buruknya, penemuan yang itu dapat menjadikannya berlaku sewenang-wenang, tapi kesewenang-wenangan ini tak mungkin dilakukannya selama penemuan Ibrahim as. itu tetap menghiasi jiwanya… penemuan tersebut berkaitan dengan apa yang diketahui dan tak diketahuinya, berkaitan dengan kedudukannya sebagai makhluk dan hubungan makhluk ini dengan Tuhan, alam raya dan makhluk-makhluk sesamanya…”